Melihat dari judulnya mungkin kau akan bertanya-tanya,ada
apa dengan pohon kurma? Dan apa itu Gumi Sasak? Gumi Sasak ialah sebutan lain dari
Pulau Lombok. Gumi =bumi dan sasak adalah nama suku di Lombok ini. Lalu apa hubungannya dengan Pohon
Kurma? Apakah ada Pohon Kurma yang tumbuh di Pulau Lombok? Tidak.
Untuk itu kau perlu membaca tulisanku ini yang mungkin akan
menjawab pertanyaanmu mengenai Pohon Kurma di Gumi Sasak.
Uang yang ‘sedikit’ jika digunakan
untuk ‘hidup’ maka akan terasa cukup dan
sangat berarti, lain halnya jika uang yang ‘banyak’ digunakan untuk ‘gaya
hidup’ maka selalu akan terasa kurang dan tidak pernah puas. Untuk itu Agama
selalu mengajarkan kita untuk hidup bersyukur . Bersyukur atas apa yang kita
miliki, jangan hanya menengok ke atas tapi sekali-kali tengoklah kebawah,
terlau banyak saudara -saudara kita yang jauh dari kata beruntung. Jangankan
untuk memenuhi gaya hidup dijaman modern ini, untuk menuai sesuap nasi pun
mereka butuh perjuangan tak kenal terik matahari tak kenal hujan badai.
Aku adalah mahasiswi rantauan dari
pulau seberang tepatnya di Sumbawa Besar. Aku kuliah di Universitas Mataram,
dan aku adalah mahasiswi Fakultas Peternakan tingkat 4 saat ini. Disini,
ditanah rantauan aku dipertemukan oleh 2 orang nenek yang hebat nenek luar
biasa. Aku tak tahu nama mereka yang jelas aku sering bertemu dengan mereka
saat menjualkan dagangannya. Nenek yang satu menjual keripik dan yang satunya
lagi menjual buah-buahan kadang pula menjual sayur mayur. Aku salut kepada mereka ,ketimbang mengemis
mereka dengan pantang menyerah menjual dagangannya meski nampak letih.
Pertama disni aku akan menceritakan
sedikit tentang Awal pertemuanku dengan nenek penjual keripik yaitu di Fakultasku
pada saat aku masih menjadi mahasiswi tingkat 2. Kebetulan di Fakultasku sering
sekali ada yang datang berjualan keliling. Awalnya aku tidak begitu menggubris
keberadaan nenek tersebut karena aku sibuk dengan mata kuliahku di jam
berikutnya, aku hanya melewatinya saja, ia hanya menatap aku dan teman temanku
yang berjalan lurus menuju lantai 3.
1jam setelah mengikuti mata kuliah Ilmu Biokimia Nutrisi. Aku
langsung saja turun menuju lantai satu, aku berniat akan langsung pulang saja
karena aku tidak begitu suka terlalu lama dikampus. Saat menuruni anak tangga
terakhir tiba-tiba ku hentikan langkahku, aku tertegun, hatiku iba ,mataku
mulai berkaca kaca, ku lihat nenek tersebut duduk di samping pintu sebelum keluar gedung,
dengan dagangannya yang masih banyak sama saja seperti tadi pada saat awal aku
melihat beliau. Kepalanya setengah ia sandarkan di tembok, mukanya letih
nampaknya ia sedang menahan kantuk, ku lihat sekali ia terpejam dan kemudian
tiba-tiba sedikit kaget membuka matanya, karena mungkin tak seharusnya ia
tertidur disitu. Ketika aku akan menghampiri si nenek tiba-tiba salah seorang
teman memanggilku untuk meminta tugas, dan iya aku hampir saja lupa mengumpulkannya.
Ku susul temanku sebentar dan berniat akan segera kembali menemui si nenek.
Namun sayang sekali saat aku kembali nenek tersebut sudah tidak lagi berada di
tempat itu. Aku sedih karena aku hanya ingin membeli dagangan nenek itu, aku
iba melihat dagangannya yang tak kunjung laku. Dan aku berharap keesekoan
harinya aku bisa bertemu dengan nenek.
Tuhan mengabulkan doaku dan benar
saja aku kembali bertemu dengan nenek itu, ku ajak salah seorang temanku untuk
menemui nenek tersebut, temanku setuju karena ia juga memiliki hati yang begitu
perasa dan iba ketika melihat orang-orang yang seperti itu.
“nek rambutan ini dijual?” temanku bertanya pada nenek.
Kebetulan saat itu selain didalam bakulnya terdapat keripik, juga terdapat
rambutan.
“iya dijual cu” jawabnya dengan suara yang begitu lemah
terbata hampir tak terdengar.
“berapa nek?” tanyaku
“berapa berapa aja cu, terserah belinya berapa” jawabnya
lagi.
Aku dan temanku saling menatap, rasa iba kami semakin makin
kepada nenek. Lalu kami memutuskan membeli rambutan dengan uang yang lebih tapi
si nenek enggan untuk menerima karena bagi dia terlalu banyak, padahal uang
tersebut tidaklah seberapa, lalu nenek menyuruh kami mengambil keripiknya ,
awalnya kami tidak ingin mengambil karena niat kami hanya ingin menolong si
nenek, tapi dengan sedikit paksaan oleh si nenek ,kami menerimanya. Kami juga tidak ingin membuat nenek kecewa. Sejak
saat itu aku dan temanku selalu membeli dagangan si nenek, nenekpun selalu
mendoakan kami tiap akan mengakhiri perbincangan dengannya.
Terakhir sebelum liburan temanku
bercerita kepadaku bahwa ia bertemu nenek dan membeli keripik nenek. Dan pada saat liburan kami mendengar kabar
duka, bahwa nenek telah dipanggil yang MahaKuasa. Nenek meninggal di tanah
suci, saat akan menjalankan ibadah haji. Ia telah lama mengumpulkan uang hasil
jualannya selama ini. Namun setelah sesampainya ditanah suci nenek
menghembuskan nafas terakhir. Aku dan
temanku sangat sedih mendengar kabar tersebut.
Awalnya setelah kembalinya kegiatan kuliah kami belum begitu percaya
kepergian nenek, tapi memang benar kami tidak pernah melihat nenek berjualan
lagi. Selamat jalan nenek, doa kami menyertai nenek, semoga amal ibadahmu
diterima di sisiNya.
Sekarang giliran akan ku ceritakan bagaimana pertemuanku
dengan nenek penjual buah. Sebenarnya
aku tidak terlalu sering bertemu dengannya, jika di daerah dalam kampus. Aku biasa
bertemu dengannya di daerah belakang kampusku, kemudian di lampu merah, dan di
daerah warung tempat biasa aku makan.
Jadi memang awalnya aku bertemu
dengan nenek penjual buah di fakultasku, nenek berjalan dengan langkah yang
tertatih tatih, dengan tubuh kecilnya yang sudah membungkuk, dan aku rasa
penglihatan nenek sudah tidak jelas lagi. Nenek memintaku untuk membayar 3 buah
blewah dagangannya, lalu aku sedikit ragu karena aku pikir akan ku apakan buah
ini, tapi melihatnya yang rentah membuatku tergerak untuk membelinya ,kutanya
“berapa nek bayarnya?” “berapa aja cu, 2000 rupiah gak apa apa” jawabnya dengan
suara yang terbata bata. Sungguh hatiku teriris, ia hanya membutuhkan 2000
rupiah untuk 3buah tersebut. Tentu aku tidak tega jika hanya memberikan nya
segitu, bahkan anak jaman sekarang begitu enggan jika diberikan uang senilai 2000
rupiah, namun bagi nenek ia sangat memerlukannya. Setelah membeli buah yang ia
jual nenek tersebut sangat berterima kasih itulah yang membuat aku selalu ingin
meneteskan airmata. Beberapa hari berikutnya aku tidak lagi bertemu nenek
dikampusku. Tapi aku bertemu dengannya di salah satu warung dekat dengan kampusku,
ia duduk diseberang warung dengan memeluk bakul yang berisi dagangannya. Sesudahnya aku makan, aku keluar dari warung
tersebut. Langsung saja si nenek berdiri dengan perlahan dan dengan langkah
yang lemah ia menyebrangi jalan kecil tersebut, aku kira ia pasti akan
menghampiriku, tidak bukan hanya menghampiri aku tapi menghampiri orang-orang
yang telah keluar dari warung. Ia menawari orang-orang tersebut satu persatu,
dan satu per satu pula orang tersebut menolaknya, kemudian dia menuju ke
arahku, ia memegang lenganku dengan suara seperti sedikit memohon untuk ku beli dagangannya. Aku
lagi lagi tak kuat menahan iba. Ku beli dagangan nenek kebetulan nenek menjual
jagung pada saat itu dan aku sedang memerlukan jagung untuk membuat perkedel.
Seperti biasa nenek selalu memasang harga terserah pembeli, dan kalau tidak itu
nenek memasang harga 2000rupiah untuk 3 jagung saat itu. Sungguh nenek yang
malang.
Pernah suatu hari aku makan
diwarung yang berbeda tapi tidak jauh dari kampusku, aku melihat nenek tersebut
berjalan di kejauhan ,tidak terlalu jauh tapi aku cukup jelas melihat nenek.
Nenek hari itu membawa bakul yang telah kosong, mungkin dagangan nenek sudah
terjual habis, aku turut senang.
Kulihat wajah nenek nampak letih, lantas ia berjalan kufikir
ia sedang mencari tempat teduh. Ketika sampai didepan sebuah warung paling
ujung yang dekat dengan sebuah pohon yang cukup bisa meneduhkan, nenek duduk
disamping tangga warung. Dan tak lama kemudian pemilik warung keluar dan entah
apa yang dikatakan kepada sang nenek, yang membuat si nenek langsung beranjak,
dan kemudian menatap pemilik warung. Aku penasaran dengan apa percakapan mereka
. Tak lama setelah itu pemilik warung melemparkan beberapa makanan ringan kepada nenek tersebut,
si nenek hanya diam menatap snack tersebut yang tergeletak ditanah. Nenek langsung
mengambil dan menyimpan didalam bakulnya kemudian pergi, sungguh hatiku marah
sedih ingin ku cabik cabik rasanya pemilik warung yang sombong tersebut. Dunia
pasti berputar ingat!
Aku merasa pengecut karena tidak bisa membela nenek atau
membantunya saat itu. Kini aku sudah tidak pernah bertemu nenek. Kau tahu aku
menulis tulisan ini karena aku membaca postingan di akun facaebook milik
seseorang yang katanya beberapa bulan lalu bertemu si nenek di lampu merah. Si nenek
sedang menawarkan buah pisang kepada
para pengendara baik mobil maupun sepeda motor. Ia menuliskan di akunnya bahwa
tidak ada yang mempedulikan nenek tersebut dan ia mencoba mendekati nenek dan
menanyai harga pisang yang dijual nenek. “berapa berapa saja pak” jawab nenek pelan sambil
sesunggukan. Seperti biasa nenek tidak pernah mau menaruh harga sendiri di
barang dagangannya, seikhlasnya itulah yang nenek ingin. Kemudian tulis si
pemilik akun facebook tersebut, ia memberikan pecahan 50ribu rupiah kepada
nenek, si nenek menangis saking bahagianya mendapat uang sejumlah tersebut. Dan
tulisnya, ia mengantar nenek tersebut pulang dengan mobil pribadinya, di dalam
mobil nenek banyak bercerita tentang derita penyakit anaknya yang lumpuh akibat
jatuh dari pohon kelapa. Nenek menjual hasil kebunnya hanya untuk membeli beras
demi menyambung hidup.
Ternyata nenek tidaklah tinggal di kota ini ia tinggal di
desa yang jarak tempunya dari kota kurang lebih 27,8km dan memakan waktu sekitaran 1 jam untuk sampai di desa Sesaot namanya. nenek datang ke kota
menggunakan angkot dan ia selalu bermalam 1-2 malam di emperan toko sampai barang
dagangannya habis terjual. Sungguh salut dengan nenek yang luar biasa.
Melihat dari pengalamanku bertemu
kedua nenek tersebut membuatku sadar akan kehidupan ini,memberiku ajaran agar
selalu bersyukur. Kedua nenek tersebut ibarat pohon kurma bagiku, mengapa harus
pohon kurma? Pernahkah kalian berfikir bagaimana cara Pohon Kurma tumbuh
ditengah gurun pasir yang begitu panas dan menyengat? Iya gurun pasir yang
panas dan menyengat diibaratkan kehidupan di dunia ini.
Pohon kurma merupakan satu-satunya tanaman yang mampu
bertahan untuk tidak tumbang meski ditengah badai sekalipun. Sebabnya ialah
akar pohon kurma bisa tertanam dan tumbuh hingga puluhan bahkan ratusan meter
ke dalam tanah hingga menemukan sumber air. Pohon kurma tahu akan sumber
kebenaran yaitu Tuhan menciptakan air kehidupan, maka ia tumbuh dengan begitu
kuat dan kokoh. Sama seperti kedua nenek
tersebut meskipun hidup dengan bernasib seperti itu,tidak menggoyahkan mereka
dalam menghadapi guncangan, terpaan dan bagaimanapun kerasnya kehidupan karena
mereka percaya bahwa Tuhan selalu
memberikan rencana terbaik bagi hambanya. Mereka lah Pohon Kurma di Gumi sasak.
Semoga Allah memberikan kekuatan dan petunjuk kepada nenek dan
tidak hanya nenek tersebut melainkan semua orang-orang yang bernasib sama
dengan mereka, agar dapat mengatasi ujian kerasnya kehidupan di dunia yang fana
ini. Aamiin.
Pesan untuk kita semua, berantaslah kesombongan dalam diri
kita, ulurkan tangan dengan ikhlas kepada sauda-saudara yang memang sangat
membutuhkan uluran tangan dari kita. Karena sebaik-baiknya manusia ialah yang
bermanfaat bagi saudaranya.
nenek penjual keripik
nenek penjual buah dan sayur mayur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar