Jumat, 21 April 2017

Pohon Kurma di Gumi Sasak

Melihat dari judulnya mungkin kau akan bertanya-tanya,ada apa dengan pohon kurma? Dan apa itu Gumi Sasak? Gumi Sasak ialah sebutan lain dari Pulau Lombok. Gumi =bumi dan sasak adalah nama suku di Lombok ini. Lalu apa hubungannya dengan Pohon Kurma? Apakah ada Pohon Kurma yang tumbuh di Pulau Lombok? Tidak.

Untuk itu kau perlu membaca tulisanku ini yang mungkin akan menjawab pertanyaanmu mengenai Pohon Kurma di Gumi Sasak.

Uang yang ‘sedikit’ jika digunakan untuk  ‘hidup’ maka akan terasa cukup dan sangat berarti, lain halnya jika uang yang ‘banyak’ digunakan untuk ‘gaya hidup’ maka selalu akan terasa kurang dan tidak pernah puas. Untuk itu Agama selalu mengajarkan kita untuk hidup bersyukur . Bersyukur atas apa yang kita miliki, jangan hanya menengok ke atas tapi sekali-kali tengoklah kebawah, terlau banyak saudara -saudara kita yang jauh dari kata beruntung. Jangankan untuk memenuhi gaya hidup dijaman modern ini, untuk menuai sesuap nasi pun mereka butuh perjuangan tak kenal terik matahari tak kenal hujan badai.
Aku adalah mahasiswi rantauan dari pulau seberang tepatnya di Sumbawa Besar. Aku kuliah di Universitas Mataram, dan aku adalah mahasiswi Fakultas Peternakan tingkat 4 saat ini. Disini, ditanah rantauan aku dipertemukan oleh 2 orang nenek yang hebat nenek luar biasa. Aku tak tahu nama mereka yang jelas aku sering bertemu dengan mereka saat menjualkan dagangannya. Nenek yang satu menjual keripik dan yang satunya lagi menjual buah-buahan kadang pula menjual sayur mayur.  Aku salut kepada mereka ,ketimbang mengemis mereka dengan pantang menyerah menjual dagangannya meski nampak letih.
Pertama disni aku akan menceritakan sedikit tentang Awal pertemuanku dengan nenek penjual keripik yaitu di Fakultasku pada saat aku masih menjadi mahasiswi tingkat 2. Kebetulan di Fakultasku sering sekali ada yang datang berjualan keliling. Awalnya aku tidak begitu menggubris keberadaan nenek tersebut karena aku sibuk dengan mata kuliahku di jam berikutnya, aku hanya melewatinya saja, ia hanya menatap aku dan teman temanku yang berjalan lurus menuju lantai 3.
1jam setelah mengikuti mata kuliah Ilmu Biokimia Nutrisi. Aku langsung saja turun menuju lantai satu, aku berniat akan langsung pulang saja karena aku tidak begitu suka terlalu lama dikampus. Saat menuruni anak tangga terakhir tiba-tiba ku hentikan langkahku, aku tertegun, hatiku iba ,mataku mulai berkaca kaca, ku lihat nenek tersebut  duduk di samping pintu sebelum keluar gedung, dengan dagangannya yang masih banyak sama saja seperti tadi pada saat awal aku melihat beliau. Kepalanya setengah ia sandarkan di tembok, mukanya letih nampaknya ia sedang menahan kantuk, ku lihat sekali ia terpejam dan kemudian tiba-tiba sedikit kaget membuka matanya, karena mungkin tak seharusnya ia tertidur disitu. Ketika aku akan menghampiri si nenek tiba-tiba salah seorang teman memanggilku untuk meminta tugas, dan iya aku hampir saja lupa mengumpulkannya. Ku susul temanku sebentar dan berniat akan segera kembali menemui si nenek. Namun sayang sekali saat aku kembali nenek tersebut sudah tidak lagi berada di tempat itu. Aku sedih karena aku hanya ingin membeli dagangan nenek itu, aku iba melihat dagangannya yang tak kunjung laku. Dan aku berharap keesekoan harinya aku bisa bertemu dengan nenek.
Tuhan mengabulkan doaku dan benar saja aku kembali bertemu dengan nenek itu, ku ajak salah seorang temanku untuk menemui nenek tersebut, temanku setuju karena ia juga memiliki hati yang begitu perasa dan iba ketika melihat orang-orang yang seperti itu.
“nek rambutan ini dijual?” temanku bertanya pada nenek. Kebetulan saat itu selain didalam bakulnya terdapat keripik, juga terdapat rambutan.
“iya dijual cu” jawabnya dengan suara yang begitu lemah terbata hampir tak terdengar.
“berapa nek?” tanyaku
“berapa berapa aja cu, terserah belinya berapa” jawabnya lagi.
Aku dan temanku saling menatap, rasa iba kami semakin makin kepada nenek. Lalu kami memutuskan membeli rambutan dengan uang yang lebih tapi si nenek enggan untuk menerima karena bagi dia terlalu banyak, padahal uang tersebut tidaklah seberapa, lalu nenek menyuruh kami mengambil keripiknya , awalnya kami tidak ingin mengambil karena niat kami hanya ingin menolong si nenek, tapi dengan sedikit paksaan oleh si nenek ,kami menerimanya. Kami  juga tidak ingin membuat nenek kecewa. Sejak saat itu aku dan temanku selalu membeli dagangan si nenek, nenekpun selalu mendoakan kami tiap akan mengakhiri perbincangan dengannya.
Terakhir sebelum liburan temanku bercerita kepadaku bahwa ia bertemu nenek dan membeli keripik nenek.  Dan pada saat liburan kami mendengar kabar duka, bahwa nenek telah dipanggil yang MahaKuasa. Nenek meninggal di tanah suci, saat akan menjalankan ibadah haji. Ia telah lama mengumpulkan uang hasil jualannya selama ini. Namun setelah sesampainya ditanah suci nenek menghembuskan nafas terakhir.  Aku dan temanku sangat sedih mendengar kabar tersebut.  Awalnya setelah kembalinya kegiatan kuliah kami belum begitu percaya kepergian nenek, tapi memang benar kami tidak pernah melihat nenek berjualan lagi. Selamat jalan nenek, doa kami menyertai nenek, semoga amal ibadahmu diterima di sisiNya.
Sekarang giliran akan ku ceritakan bagaimana pertemuanku dengan nenek penjual buah.  Sebenarnya aku tidak terlalu sering bertemu dengannya, jika di daerah dalam kampus. Aku biasa bertemu dengannya di daerah belakang kampusku, kemudian di lampu merah, dan di daerah warung tempat biasa aku makan.
Jadi memang awalnya aku bertemu dengan nenek penjual buah di fakultasku, nenek berjalan dengan langkah yang tertatih tatih, dengan tubuh kecilnya yang sudah membungkuk, dan aku rasa penglihatan nenek sudah tidak jelas lagi. Nenek memintaku untuk membayar 3 buah blewah dagangannya, lalu aku sedikit ragu karena aku pikir akan ku apakan buah ini, tapi melihatnya yang rentah membuatku tergerak untuk membelinya ,kutanya “berapa nek bayarnya?” “berapa aja cu, 2000 rupiah gak apa apa” jawabnya dengan suara yang terbata bata. Sungguh hatiku teriris, ia hanya membutuhkan 2000 rupiah untuk 3buah tersebut. Tentu aku tidak tega jika hanya memberikan nya segitu, bahkan anak jaman sekarang begitu enggan jika diberikan uang senilai 2000 rupiah, namun bagi nenek ia sangat memerlukannya. Setelah membeli buah yang ia jual nenek tersebut sangat berterima kasih itulah yang membuat aku selalu ingin meneteskan airmata. Beberapa hari berikutnya aku tidak lagi bertemu nenek dikampusku. Tapi aku bertemu dengannya di salah satu warung dekat dengan kampusku, ia duduk diseberang warung dengan memeluk bakul yang berisi dagangannya.  Sesudahnya aku makan, aku keluar dari warung tersebut. Langsung saja si nenek berdiri dengan perlahan dan dengan langkah yang lemah ia menyebrangi jalan kecil tersebut, aku kira ia pasti akan menghampiriku, tidak bukan hanya menghampiri aku tapi menghampiri orang-orang yang telah keluar dari warung. Ia menawari orang-orang tersebut satu persatu, dan satu per satu pula orang tersebut menolaknya, kemudian dia menuju ke arahku, ia memegang lenganku dengan suara seperti  sedikit memohon untuk ku beli dagangannya. Aku lagi lagi tak kuat menahan iba. Ku beli dagangan nenek kebetulan nenek menjual jagung pada saat itu dan aku sedang memerlukan jagung untuk membuat perkedel. Seperti biasa nenek selalu memasang harga terserah pembeli, dan kalau tidak itu nenek memasang harga 2000rupiah untuk 3 jagung saat itu. Sungguh nenek yang malang.
Pernah suatu hari aku makan diwarung yang berbeda tapi tidak jauh dari kampusku, aku melihat nenek tersebut berjalan di kejauhan ,tidak terlalu jauh tapi aku cukup jelas melihat nenek. Nenek hari itu membawa bakul yang telah kosong, mungkin dagangan nenek sudah terjual habis, aku turut senang.
Kulihat wajah nenek nampak letih, lantas ia berjalan kufikir ia sedang mencari tempat teduh. Ketika sampai didepan sebuah warung paling ujung yang dekat dengan sebuah pohon yang cukup bisa meneduhkan, nenek duduk disamping tangga warung. Dan tak lama kemudian pemilik warung keluar dan entah apa yang dikatakan kepada sang nenek, yang membuat si nenek langsung beranjak, dan kemudian menatap pemilik warung. Aku penasaran dengan apa percakapan mereka . Tak lama setelah itu pemilik warung melemparkan  beberapa makanan ringan kepada nenek tersebut, si nenek hanya diam menatap snack tersebut yang tergeletak ditanah. Nenek langsung mengambil dan menyimpan didalam bakulnya kemudian pergi, sungguh hatiku marah sedih ingin ku cabik cabik rasanya pemilik warung yang sombong tersebut. Dunia pasti berputar ingat!
Aku merasa pengecut karena tidak bisa membela nenek atau membantunya saat itu. Kini aku sudah tidak pernah bertemu nenek. Kau tahu aku menulis tulisan ini karena aku membaca postingan di akun facaebook milik seseorang yang katanya beberapa bulan lalu bertemu si nenek di lampu merah. Si nenek sedang menawarkan  buah pisang kepada para pengendara baik mobil maupun sepeda motor. Ia menuliskan di akunnya bahwa tidak ada yang mempedulikan nenek tersebut dan ia mencoba mendekati nenek dan menanyai harga pisang yang dijual nenek.  “berapa berapa saja pak” jawab nenek pelan sambil sesunggukan. Seperti biasa nenek tidak pernah mau menaruh harga sendiri di barang dagangannya, seikhlasnya itulah yang nenek ingin. Kemudian tulis si pemilik akun facebook tersebut, ia memberikan pecahan 50ribu rupiah kepada nenek, si nenek menangis saking bahagianya mendapat uang sejumlah tersebut. Dan tulisnya, ia mengantar nenek tersebut pulang dengan mobil pribadinya, di dalam mobil nenek banyak bercerita tentang derita penyakit anaknya yang lumpuh akibat jatuh dari pohon kelapa. Nenek menjual hasil kebunnya hanya untuk membeli beras demi menyambung hidup.
Ternyata nenek tidaklah tinggal di kota ini ia tinggal di desa yang jarak tempunya dari kota kurang lebih 27,8km dan memakan waktu  sekitaran 1 jam untuk sampai di desa Sesaot namanya. nenek datang ke kota menggunakan angkot dan ia selalu bermalam 1-2 malam di emperan toko sampai barang dagangannya habis terjual. Sungguh salut dengan nenek yang luar biasa.
Melihat dari pengalamanku bertemu kedua nenek tersebut membuatku sadar akan kehidupan ini,memberiku ajaran agar selalu bersyukur. Kedua nenek tersebut ibarat pohon kurma bagiku, mengapa harus pohon kurma? Pernahkah kalian berfikir bagaimana cara Pohon Kurma tumbuh ditengah gurun pasir yang begitu panas dan menyengat? Iya gurun pasir yang panas dan menyengat diibaratkan kehidupan di dunia ini.
Pohon kurma merupakan satu-satunya tanaman yang mampu bertahan untuk tidak tumbang meski ditengah badai sekalipun. Sebabnya ialah akar pohon kurma bisa tertanam dan tumbuh hingga puluhan bahkan ratusan meter ke dalam tanah hingga menemukan sumber air. Pohon kurma tahu akan sumber kebenaran yaitu Tuhan menciptakan air kehidupan, maka ia tumbuh dengan begitu kuat dan kokoh.  Sama seperti kedua nenek tersebut meskipun hidup dengan bernasib seperti itu,tidak menggoyahkan mereka dalam menghadapi guncangan, terpaan dan bagaimanapun kerasnya kehidupan karena mereka  percaya bahwa Tuhan selalu memberikan rencana terbaik bagi hambanya. Mereka lah Pohon Kurma di Gumi sasak.
Semoga Allah memberikan kekuatan dan petunjuk kepada nenek dan tidak hanya nenek tersebut melainkan semua orang-orang yang bernasib sama dengan mereka, agar dapat mengatasi ujian kerasnya kehidupan di dunia yang fana ini. Aamiin.
Pesan untuk kita semua, berantaslah kesombongan dalam diri kita, ulurkan tangan dengan ikhlas kepada sauda-saudara yang memang sangat membutuhkan uluran tangan dari kita. Karena sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi saudaranya.
nenek penjual keripik

nenek penjual buah dan sayur mayur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar